PONTIANAK, borneoreview.co – Pernah dengar toilet pengompos? Ini adalah jamban ramah lingkungan yang dalam praktiknya menggunakan minim air.
Ramah lingkungan karena dalam toilet pengompos kotoran manusia diubah menjadi kompos melalui proses biologis.
Dengan kata lain, selain ramah lingkungan, toilet pengompos merupakan suatu sistem toilet sederhana yang hemat air dan tetap higienis.
Melansir berbagai sumber, Kamis (7/8/2025), menghadirkan jamban, toilet, dan sanitasi layak di daerah yang rawan air bersih menjadi tantangan tersendiri.
Hingga, salah satu upaya mengatasi tantangan tersebut adalah toilet pengompos alias atau toilet kering atau composting toilet.
Ide toilet pengompos diambil dari sistem toilet cubluk yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia.
Yakni, toilet pengompos tidak memerlukan air untuk pembilasan kotoran. Sehingga, bisa menghemat air untuk dialihkan ke keperluan lain.
Dapat mengubah kotoran jadi kompos karena dalam toilet pengompos terdapat bakteri dan jamur serta mikroorganisme lainnya untuk melakukan proses pengomposan.
Pada toilet pengompos terdiri dari dua bagian utama yaitu tempat untuk duduk atau jongkok dan bagian pengomposan.
Bagian pengomposan ini terdapat ruang pengomposan atau penyimpanan, ventilasi untuk mengeluarkan gas berbau, unit pengumpul dan pengalihan urin, dan akses keluar untuk hasil pengomposan.
Salah satu bahan yang dapat menjadi pengompos kotoran adalah serbuk kayu. Serbuk kayu dapat menangkap kotoran dan mengomposnya dengan bantuan mikroorganisme tidak menimbulkan bau.
Yang jelas, hasil pengomposan kotoran dari toilet ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman.
Dalam satu bilik dapat dibangun dua toilet pengompos yang bisa digunakan bergantian setiap tiga bulan untuk proses penampungan tinja dan pengomposan.
Selama tiga bulan pertama, jika penampungan di toilet pengompos pertama sudah penuh, BAB bisa dilakukan di toilet kedua.
Setelah tiga bulan kemudian, maka kompos dapat dipanen dan toilet bisa digunakan kembali. Begitu siklus selanjutnya.***