PONTIANAK, borneoreview.co – Utopia pertama kali diperkenalkan oleh Thomas More, sebagai sebuah karya fiksi yang diterbitkan pada tahun 1516.
Kemudian digunakan untuk menggambarkan, konsep masyarakat ideal dan visi masa depan yang sempurna.
Selama ini, masyarakat internasional, termasuk Indonesia, telah memiliki visi masa depan yang sempurna dengan target pengurangan emisi akan tercapai pada tahun 2030.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia tanpa henti mengadvokasi pendanaan iklim global.
Juga telah mencapai beberapa tonggak penting dalam perjuangannya selama tahun 2025, sekaligus meletakkan dasar bagi upaya yang lebih ambisius di masa mendatang.
Pada bulan Mei 2025, Indonesia memperkenalkan program GREEN for Riau dengan dukungan UN-REDD+ dan Inggris, untuk memulihkan ekosistem hutan dan gambut.
Hal itu, sekaligus memungkinkan akses ke pembiayaan berbasis hasil.
Inisiatif ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara hutan tropis utama.
Kemudian, pada bulan Juli 2025, menjelang COP30, Indonesia menekankan kepemimpinannya di antara negara-negara berkembang dalam pendanaan iklim.
Indonesia menekankan perlunya komitmen pendanaan yang lebih kuat dan mengkritik kesenjangan antara janji pendanaan 100 miliar dolar AS.
Oleh negara-negara maju dengan realisasinya, serta mendesak aliran pendanaan iklim yang lebih cepat dan lebih luas.
Pada Agustus 2025, Indonesia menerima dukungan Green Climate Fund melalui skema Pembayaran Berbasis Hasil REDD+ untuk menekan emisi deforestasi.
Pendanaan ini memperkuat pengelolaan hutan, memperluas perhutanan sosial, mendukung hutan adat, dan meningkatkan kapasitas pelaporan emisi di tingkat lokal.
Pada Oktober 2025, Indonesia mendapatkan komitmen investasi hijau senilai Rp278 triliun (17,6 miliar dolar AS) di ISF 2025,.
Yang melibatkan kemitraan energi bersih, kelautan, karbon, kehutanan, dan infrastruktur hijau.
Forum tersebut menekankan pergeseran dari diskusi ke aksi rendah karbon yang konkret.
Pada bulan Oktober 2025, Indonesia kembali menegaskan kepemimpinan global dalam REDD+.
Dengan UNDP melaporkan komitmen Pembayaran Berbasis Hasil sebesar 499,8 juta dolar AS dan pencairan sebesar 340,7 juta dolar AS.
Tata kelola kolaboratif lintas pemerintah, masyarakat, dan mitra tersebut mendukung strategi nasional seperti FOLU Net Sink 2030.
Pada bulan Oktober 2025, Indonesia meluncurkan Multi-Scheme Carbon Economic Value, yang mengintegrasikan sistem kredit karbon berbasis alam dan teknologi yang selaras dengan Pasal 6 Perjanjian Paris.
Laporan transparansi Indonesia memperkirakan kebutuhan pendanaan iklim sebesar 282 miliar dolar AS, untuk mitigasi dan adaptasi.
Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan upaya konsisten Indonesia, untuk memenuhi target pengurangan emisi 2030, yang memungkinkan berkontribusi pada tujuan iklim global.
Energi Bersih
Sektor energi merupakan fokus utama pendanaan iklim karena menyumbang porsi emisi terbesar dan memainkan peran penting dalam memperluas penggunaan energi bersih.
Dan memungkinkan transisi yang lebih cepat dan efektif menuju sistem energi rendah karbon.

Profesor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan Indonesia perlu menyatakan telah mengambil langkah untuk mengubah jerami menjadi bahan bakar setara (Bobibos) sebagai sumber energi bersih.
Bahan bakar alternatif dari limbah pertanian, yang disebut Bahan Bakar Asli Buatan Indonesia atau Bobibos, merupakan inovasi dari PT Inti Sinergi Formula.
Yang diperkenalkan kepada publik pada 2 November 2025 di Jawa Barat dan dikembangkan oleh M. Ikhlas Thamrin dan tim penelitinya.
Mereka mengeklaim Bobibos merupakan bahan bakar berkinerja tinggi dengan angka oktan riset (RON) 98 dan ramah lingkungan.
Menurut Reza, pengembangan Bobibos menunjukkan kesiapan Indonesia untuk revolusi energi, meskipun penelitiannya belum selesai.
Meskipun masih dalam tahap uji coba dan belum tersertifikasi, teknologi ini memiliki potensi dan bahkan mungkin lebih berhasil di negara lain.
“Ini tantangan bagi dunia: mari kita belajar dari Indonesia untuk menggantikan ketergantungan kita pada bahan bakar fosil. Dan untuk itu, Bobibos dapat menjadi model praktik terbaik,” ujar Reza.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan mengkaji inovasi tersebut.
Pemerintah tidak ingin terburu-buru mengklaim produk energi baru tanpa memvalidasi kelayakan teknis, kualitas, keamanan, dan komersialnya.
Meskipun demikian, Indonesia perlu terus mengembangkan Bobibos, mengingat potensinya untuk menawarkan wawasan penting bagi transisi energi global.
Penegakan Hukum Ketat
Meskipun pendanaan iklim global dan inovasi energi bersih sangat penting untuk mencapai utopia iklim.
Ada penegakan hukum yang kuat dan peraturan yang ketat, tentang tata kelola lingkungan di dalam negeri juga sama pentingnya.
Memerangi pembalakan liar, menjaga taman nasional, dan mengatur kegiatan pertambangan secara ketat melalui pemantauan yang ketat dapat secara signifikan mendukung upaya menjaga iklim.
Banjir dan tanah longsor yang terjadi baru-baru ini di Pulau Sumatra, menyoroti pentingnya penegakan hukum lingkungan yang kuat dan penerapan peraturan yang ketat untuk mengatasi perubahan iklim.
Seperti halnya pohon yang tinggi dapat menahan angin kencang karena akarnya yang dalam dan batangnya yang kokoh dan kuat.
Diplomasi iklim Indonesia akan semakin kuat, jika didukung oleh penegakan hukum yang tegas dan tata kelola lingkungan yang kuat di dalam negeri.
“Utopia” sering digambarkan sebagai cita-cita yang hampir mustahil dicapai dalam kenyataan, tetapi memiliki cita-cita untuk dicapai dapat memotivasi orang untuk terus bekerja tanpa menyerah.
Hal yang sama dapat diterapkan dalam menangani perubahan iklim.
Jika Indonesia mempertahankan cita-citanya dan menerapkan semua peraturan dan penegakan hukum dengan baik, mencapai utopia iklim adalah sesuatu hal yang mungkin.
Indonesia mungkin dapat menjadi salah satu pemimpin dalam menangani perubahan iklim, jika mempersiapkan diri dengan baik demi kemaslahatan bersama dalam jangka panjang.***
