Amnesti Presiden Prabowo: Rutan Pontianak Bebaskan 15 Warga Binaan Kasus Narkotika

Amnesti

PONTIANAK, borneoreview.co – Sebanyak 15 warga binaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Pontianak resmi dibebaskan setelah menerima amnesti dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

“Pembebasan ini merupakan bagian dari program amnesti dan abolisi yang diberikan kepada 1.178 narapidana di seluruh Indonesia,” kata Kepala Rutan Kelas IIA Pontianak, Timbul Aliansyah Panjaitan di Sungai Raya, Selasa (5/8/2025).

Dia mengatakan bahwa 15 warga binaan yang dibebaskan atas amnesti presiden ini telah melalui proses verifikasi dan dinyatakan memenuhi syarat sesuai ketentuan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

“Ke-15 warga binaan tersebut merupakan pengguna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Narkotika. Mereka termasuk dalam kategori yang dapat menerima amnesti karena tidak memiliki perkara tambahan atau catatan pelanggaran lainnya,” tuturnya.

Dari total tersebut, empat orang di antaranya sebelumnya tengah menjalani program pembebasan bersyarat. Seluruhnya resmi dibebaskan pada Sabtu, 2 Agustus 2025, setelah menerima surat keputusan amnesti dari Presiden.

“Pada hari Sabtu kemarin, mereka langsung kami bebaskan dan masing-masing diberikan surat resmi sebagai bukti telah memperoleh amnesti dari Presiden,” jelasnya.

Timbul mengimbau para mantan warga binaan untuk tidak mengulangi kesalahan serupa dan dapat kembali berkontribusi secara positif di tengah masyarakat. Ia berharap program ini menjadi titik balik bagi para penerima amnesti untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Program amnesti ini menyasar warga binaan di berbagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Adapun kriteria penerima amnesti antara lain adalah narapidana kasus narkotika Pasal 127 tanpa pasal tambahan (junto), tidak sedang menjalani register F (pelanggaran tata tertib), tidak memiliki perkara lain, dan bukan residivis.

“Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi sistem pemasyarakatan serta bentuk kebijakan negara dalam memberikan kesempatan kedua kepada narapidana yang dinilai mampu berubah dan berintegrasi kembali ke masyarakat,” katanya. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *