Becak Merah Putih: Cara Berbagi Rezeki dan Tandai Jam Operasional Agar Tak Ribut

Tukang Becak

PONTIANAK, borneoreview.co – Mobilitas saat pulang ke kampong halaman di Kota Pontianak, saat ini sudah lumayan mudah. Apalagi dengan beroperasinya aplikasi angkutan online.

Sebelumnya, kota ini kurasakan tidak ramah buat pendatang yang berkunjung. Jika tak ada kendaraan yang dapat disewa atau dipinjam.

Pastinya, kita terancam pendek kaki. Sebab, tak ada angkutan umum yang dapat diandalkan.

Aplikasi angkutan online juga sangat jadi andalanku di kampong halaman. Utamanya saat memesan makanan-makanan legendaris saat berkunjung.

Sebab, terkadang hari yang panas atau tak hendak kehilangan waktu bercengkrama dengan keluarga, membuatku malas menyambangi langsung tempatnya.

Cukup pesan dan tunggu saja, pesanan makanan pun tiba. Meskipun tetap saja ada tempat-tempat kuliner yang harus kusambangi langsung, agar tak hilang suasana dan memorinya.

Urusan mobilitas, jadi teringat masa kecil di kampong halaman. Karena sekolah dan lokasi tangsi militer tempatku tinggal cukup jauh.

Saat kelas satu hingga tiga di sekolah dasar, aku diantar dan jemput dengan menggunakan becak.

Orangtuaku membayar sewa rutin bulanan untuk jasa tersebut. Beberapa temanku, yang tinggal di bagian kota lain yang dipisahkan sungai.

Selain disewakan becak, mereka juga berlangganan antar jemput penyeberangan dengan tukang sampan dayung.

Becak menjadi primadona di masa itu. Angkutan kota atau oplet sudah mulai beroperasi.

Namun, karena luas kota yang belum terlalu besar dan masih terbatasnya jumlah oplet, penduduk kota masih menggandalkan becak.

Pun, oplet masih belum nyaman ditumpangi, yang di masa itu masih menggunakan sejenis jip dengan bak rangka kayu sebagai tempat penumpangnya duduk.

Seingatku, dua kali aku berganti abang becak yang mengantar dan menjemputku. Salah satu abang becak itu adalah suami penjual sayur yang sering mampir ke rumah.

Biasanya, di akhir pekan pun, abang becak ini jadi langganan keluargaku untuk mengangkut belanjaan orangtuaku dari pasar.

Kalau bertepatan orangtuaku tak ada di rumah, tak jarang aku dititipkan dulu bermain di rumahnya.

Hubungan yang berlangsung waktu itu tak terbatas pada hal yang transaksional, namun juga membentuk persahabatan baru.

Di masa itu, ada dua jenis warna becak yang beroperasi. Pewarnaan ini menentukan jam operasinya.

Becak warna merah hanya boleh beroperasi di pagi hingga petang hari, sebaliknya, becak warna putih mulai beroperasinya sore hingga subuh.

Pembagian warna ini dilakukan atas kesepakatan sesama para tukang becak, yang tujuannya berbagi rejeki dan menghindari konflik.

Tak akan kita lihat becak berwarna putih mengangkut penumpang atau sebatas antri di pangkalan saat siang hari, demikian pula sebaliknya.

Meskipun tak akan ditilang polisi akibat melanggar aturan itu, namun karena dikawal oleh seluruh komunitas, aturan ini pun menjadi tegak.

Masa kejayaan becak kemudian tergusur saat oplet mulai banyak dan kota semakin membesar. Setelah bertahan beberapa lama sebagai moda angkutan utama.

Oplet pun tergusur disebabkan murahnya kredit kepemilikan motor pribadi.

Kini, aplikasi angkutan online sedang berjaya, entah sampai kapan ia akan bertahan.***

Penulis: Pahrian Siregar (Alm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *