Gammi Bawis, Kuliner Khas Pesisir di Perkampungan Terapung Bontang Kuala

BONTANG, borneoreview.co – Rasa penat menempuh perjalanan darat sejauh 118 kilometer dari Samarinda menuju Bontang, Kalimantan Timur, seakan luruh dan sirna.

Meluruh bersama aroma laut bercampur kuliner khas bahari yang mulai menyapa. Dengan bau khas yang harus dan terasa gurih.

Deretan ratusan rumah panggung yang berbaris di atas air, dihubungkan oleh titian-titian ulin, seakan menarik siapa pun untuk melangkah lebih jauh ke dalam.

Menelusuri denyut kehidupan pesisir yang otentik di perkampungan terapung Bontang Kuala yang telah ada pada era 1920.

Sebelum kaki sepenuhnya menapaki jembatan utama, sebuah rumah makan tak jauh dari gerbang masuk seolah memanggil.

Dari sinilah jejak rasa dimulai, perkenalan dengan karya kuliner yang menjadi jiwa dari Kota Taman ini: gammi.

Gugahan selera semakin meluap ketika sebuah hidangan tersaji di meja, bukan di atas piring biasa, melainkan dalam cobek tanah liat yang masih panas mendidih.

Letupan-letupan kecil dari sambal yang membara membuat santapan ini semakin wangi, menguarkan aroma pedas dan gurih yang seketika memenuhi udara.

Inilah dia, gammi bawis, persembahan kuliner di mana sambal gammi yang legendaris bertemu dengan ikan bawis, primadona perairan Bontang.

Satu suapan pertama menggiurkan rasa. Tekstur sambal yang sengaja dibuat kasar berpadu sempurna dengan terasi khas Bontang yang diolah oleh masyarakat setempat.

Rasa pedas, asam segar dari tomat, dan gurihnya bawang merah memanjakan lidah.

Ikan bawis yang masih mentah diletakkan di atas cobek bersama ulekan sambal, lalu dimasak langsung di atas kompor. Proses ini membuat ikan matang perlahan oleh panasnya sambal, menghasilkan kecapan segar.

Penggunaan cobek dari tanah liat bukanlah sekadar wadah, melainkan bagian krusial dari resep itu sendiri.

“Kalau tidak pakai cobek, tidak enak. Ada rasa yang berbeda dan harum,” ujar Ririn Sari Dewi, Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Timur yang sebelumnya lama berdinas di Bontang.

Panas yang tersimpan lama di tanah liat tidak hanya menjaga hidangan tetap hangat, tetapi juga mengeluarkan aroma khas yang tak bisa ditiru oleh wajan logam mana pun.

Gammi Bawis bukanlah hidangan yang baru diciptakan untuk pariwisata. Ia adalah warisan yang berakar kuat dalam keseharian masyarakat Bontang Kuala.

Menurut penuturan warga setempat, hidangan ini adalah makanan sehari-hari bagi orang terdahulu. Bahan utamanya pun sangat sederhana, hanya tomat, lombok dan bawang merah.

“Karena dulu gammi dimakan dengan singkong juga,” tuturnya, mengisahkan kesederhanaan di masa lampau.

Istilah sambal gammi sendiri sudah dikenal sejak lama, lahir dari filosofi sederhana “kalau makan tanpa sambal itu tidak enak.”

Dari dapur-dapur sederhana di perkampungan atas air, gammi bawis menjelma menjadi duta kuliner yang membanggakan.

Rentetan prestasi telah diukirnya, membuktikan kelezatannya yang tak terbantahkan. Pada 2011, ia meraih Juara I di Festival Benua Etam. Tiga tahun kemudian, kembali menjadi Juara I di Festival Kuliner Tradisional se-Kaltim.

Puncaknya, pada 2015, gammi bawis dinobatkan menjadi juara terbaik se-Kalimantan di Festival Kuliner Tradisional HUT Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Prestasi tingkat nasional pun berhasil ditorehkan, salah satunya sebagai Juara II dalam lomba Masakan Khas Daerah Pangan Nusa.

Tak berhenti di situ, gammi bawis berhasil masuk nominasi 10 besar Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017 sebagai makanan tradisional terpopuler.

Sebuah pengakuan yang pantas untuk hidangan yang pernah dicicipi langsung oleh Presiden RI waktu itu, Joko Widodo.

Perkampungan Bontang
Suasana di perkampungan terapung Bontang Kuala, Bontang, Kalimantan Timur. ANTARA/Ahmad Rifandi.

Karsa Cipta

Setelah melalui berbagai upaya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang berhasil mencatatkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indikasi Asal untuk sambal gammi bawis.

Sertifikat pengakuan ini diserahkan langsung oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim kepada Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif (Dispoparekraf) Bontang pada 2024 lalu.

Langkah ini bukan sekadar formalitas. Legalitas surat pencatatan ini menjamin secara hukum kreasi kuliner Sambal Gammi Bawis Bontang milik Pemerintah Kota Bontang yang bersumber pada kearifan lokal masyarakat Bontang Kuala.

Rafidah, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif (Dispoparekraf) Bontang menuturkan dari penegasan payung hukum ini.

Gammi bawis secara sah adalah warisan budaya dari Bontang, melindunginya dari klaim pihak lain dan mencegah pemanfaatan yang tidak sesuai dengan nilainya.

Lebih dari sekadar resep, keistimewaan gammi bawis terletak pada keunikan bahan bakunya.

Klaim dari Pemerintah Kota Bontang bahwa ikan bawis yang menjadi bintang utama hidangan ini memiliki cita rasa yang sangat spesifik.

Spesies ikan ini hanya dapat ditemukan di perairan Bontang dan Lombok dengan kualitas rasa yang setara.

Keunikan geografis inilah yang memperkuat argumen bahwa gammi bawis adalah produk khas yang tak bisa ditiru begitu saja, sekaligus menjadi identitas budaya yang perlu dilestarikan.

Pengakuan hukum ini menjadi fondasi bagi langkah-langkah strategis selanjutnya. Pemkot Bontang membentuk komunitas asal yang melibatkan para pelaku usaha kuliner gammi bawis dan tokoh adat Bontang Kuala.

Komunitas ini menjadi garda depan dalam menjaga keaslian resep dan standar kualitas.

Selain itu, pemanfaatan gammi bawis untuk kepentingan komersial di luar komunitas pionir kini harus mendapatkan izin resmi dari Pemkot Bontang.

Pemerintah Kota Bontang mengapresiasi kepada seluruh pelaku ekonomi kreatif dan pengusaha kuliner yang telah berjuang bersama.

“Hal ini tentunya memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pariwisata dan ekonomi kreatif,” ungkap Rafidah.

Harapan mereka, legalitas ini semakin meningkatkan daya tarik wisata kuliner Bontang, menegaskan bahwa meski banyak duplikasinya, rasa otentik gammi bawis hanya bisa ditemukan di kota asalnya.

Cita Rasa Pesisir

Terletak di pesisir Kalimantan Timur, Kota Bontang tidak hanya menawarkan pesona wisata bahari, tetapi juga menyimpan kekayaan kuliner yang khas.

Sebagai kota yang 75 persen wilayahnya dikelilingi lautan, Bontang menjadi destinasi menarik bagi para pecinta makanan laut, menyajikan hidangan-hidangan unik yang lahir dari tradisi dan hasil maritim.

1. Gammi

Gammi merupakan sambal khas yang dimasak langsung di atas cobek tanah liat untuk menghasilkan aroma yang otentik.

Sambal ini dipadukan dengan ikan Bawis, sejenis ikan yang hanya dapat ditemukan di perairan Kalimantan. Selain ikan, hidangan gammi juga sering disajikan dengan variasi lain seperti udang dan kerang.

2. Nasi Bekepor

Hidangan Ini adalah hidangan nasi kaya rempah yang sarat akan sejarah. Dahulu, hidangan ini dipercaya dibuat untuk penyebaran agama Islam pada masa Raja Kutai Kartanegara.

Keunikannya terletak pada proses memasak, di mana beras, rempah, potongan ikan, dan daun kemangi dimasak dalam ketel khusus hingga bagian dasarnya membentuk kerak. Umumnya, Nasi Bekepor dihidangkan bersama sambal raja.

3. Es Rumput Laut

Untuk melengkapi santapan, tersedia Es Rumput Laut yang menyegarkan. Minuman ini memanfaatkan hasil laut Bontang yang melimpah, disajikan dengan santan dan siraman sirup. Selain itu, ada pula

4. Baronang Bakar dan Keripik Bawis

Kekayaan bahari Bontang juga diolah menjadi Baronang Bakar, yaitu ikan baronang segar yang dibakar setelah melalui proses marinasi dengan bumbu khas.

Tidak hanya dagingnya, kulit ikan bawis pun dimanfaatkan menjadi keripik bawis, sebuah camilan gurih yang dibuat dari kulit ikan dan digoreng kering dengan tepung.

5. Gangan Manok

Hidangan sup bening yang berisi bola-bola daging ayam giling lembut, disajikan dengan sayuran seperti oyong dan bayam untuk memberikan rasa yang ringan dan segar.

Kuliner Bontang merupakan cerminan dari geografi dan budayanya, menyajikan perpaduan antara tradisi lokal dengan hasil alam bahari.

Setiap hidangan menawarkan perjalanan rasa, menjadikannya destinasi yang wajib dijelajahi para pencinta kuliner Nusantara.

Meninggalkan Bontang Kuala, aroma gammi yang khas seakan masih melekat. Ia bukan sekadar makanan, melainkan sebuah cerita tentang kesederhanaan, kearifan lokal dalam mengolah hasil laut.

Perjalanan sebuah rasa dari hidangan rumahan hingga menjadi kebanggaan nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *