MALINAU, borneoreview.co – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mendesak Mabes Polri untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana pencemaran lingkungan oleh PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Malinau, Kalimantan Utara. Perusahaan tambang batu bara itu diduga mencemari Sungai Malinau sejak 2010.
Divisi Kampanye JATAM Nasional, Alfarhat Kasman, mengungkapkan bahwa aktivitas tambang KPUC dihentikan sementara per 1 Desember 2024 berdasarkan memo internal yang viral di media sosial. Polisi juga telah menyegel area tambang, sementara pemilik KPUC, Juanda Lesmana Lauw, tengah diperiksa di Mabes Polri.
Farhat menyoroti kerusakan lingkungan akibat aktivitas KPUC, termasuk pencemaran berat Sungai Malinau yang menjadi sumber utama air bersih. “Tanggul limbah tambang pernah jebol pada Februari 2021, mencemari sungai dan menyebabkan bencana banjir bandang,” ujarnya, menambahkan bahwa pencemaran ini melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Farhat, KPUC juga telah menerima sejumlah teguran, termasuk dari Bupati Malinau pada 2021, namun terus melakukan pelanggaran. Selain kerusakan lingkungan, aktivitas tambang juga memicu deforestasi hingga 1.900 hektare sejak 2010.
Farhat menduga Juanda Lesmana memiliki kedekatan dengan sejumlah tokoh politik, termasuk Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang, sehingga proyek-proyek besar seperti Bendungan Mentarang dan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) tetap berjalan. Ia juga menyoroti keterlibatan Juanda dalam kasus gratifikasi bersama mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
JATAM menyerukan penyelidikan transparan atas kasus ini. “Kerusakan bentang alam Malinau yang telah porak-poranda tidak dapat diukur dengan nominal apapun,” tegas Farhat, mengingatkan bahwa Malinau adalah kabupaten konservasi yang telah ditetapkan sejak 2007.
Ia menambahkan bahwa upaya penyelamatan Malinau dari kehancuran harus melibatkan penghentian seluruh aktivitas tambang di wilayah tersebut. (Req)