Kalimantan Barat dan Potensi Bauksit Nasional

PONTIANAK, borneoreview.co – Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki cadangan bauksit terbesar. Kabupaten Ketapang, Landak, dan Sanggau menjadi titik utama eksplorasi dan produksi bauksit. Menurut data Badan Geologi Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan bauksit sekitar 3,2 miliar ton, dan sebagian besar terdapat di Kalimantan Barat.

Eksplorasi bauksit di Kalbar dimulai sejak tahun 2000-an dan semakin masif sejak kebijakan hilirisasi tambang diberlakukan. Saat ini, beberapa perusahaan besar seperti PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) dan PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) memiliki konsesi eksplorasi maupun smelter di wilayah ini.

Keberadaan tambang bauksit di Kalbar telah memberi kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah dan nasional. Dalam laporan EITI Indonesia (Extractive Industries Transparency Initiative), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor bauksit meningkat sejak 2017, seiring dengan peningkatan produksi dan ekspor.

Di tingkat lokal, beberapa kabupaten di Kalbar mengandalkan sektor tambang sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah). Selain itu, perusahaan tambang juga menyerap ribuan tenaga kerja lokal, baik di tahap eksplorasi maupun operasional smelter.

Meski memberi manfaat ekonomi, dampak lingkungan tambang bauksit di Kalbar menjadi sorotan serius. Laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar mencatat sejumlah kerusakan akibat tambang, seperti:

– Deforestasi dan hilangnya tutupan hutan

– Kerusakan sumber air bersih akibat sedimentasi dan pencemaran

– Tidak optimalnya reklamasi lahan pasca tambang

– Penurunan kualitas udara dan debu tambang

Beberapa daerah yang terdampak langsung adalah Kecamatan Kendawangan (Ketapang), Tayan Hulu (Sanggau), dan Menjalin (Landak).

Masyarakat di sekitar tambang kerap mengeluhkan akses air bersih yang terganggu akibat aktivitas tambang yang merusak sungai dan sumber mata air. Di beberapa desa, warga harus membeli air bersih atau mengambil dari sumber yang lebih jauh.

Selain itu, peningkatan penyakit kulit dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) juga dilaporkan sebagai dampak dari debu dan limbah tambang. Minimnya fasilitas kesehatan di sekitar tambang memperburuk kondisi ini.

Pemerintah Kalbar melalui Dinas ESDM setempat telah mewajibkan perusahaan tambang untuk memiliki rencana reklamasi dan jaminan reklamasi. Selain itu, perusahaan juga diharapkan menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) seperti:

– Pembangunan jalan dan jembatan desa

– Bantuan pendidikan dan beasiswa

– Pengolahan air bersih

– Klinik kesehatan keliling

Namun, dalam praktiknya, pengawasan masih lemah, dan tidak semua perusahaan menjalankan kewajiban CSR secara transparan.

Eksplorasi dan pertambangan bauksit di Kalimantan Barat merupakan peluang ekonomi yang besar, namun dibarengi risiko kerusakan lingkungan dan sosial. Agar manfaatnya seimbang, diperlukan transparansi izin tambang, penegakan aturan reklamasi, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan serta evaluasi menyeluruh atas dampak lingkungan secara berkala.

Hanya dengan pendekatan berkelanjutan, pertambangan bauksit di Kalbar dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi daerah dan masyarakat.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *