Peneng Sepeda dan Rebewes: Stiker Tanda Sepeda Sudah Bayar Pajak dan SIM

Peneng Sepeda

PONTIANAK, borneoreview.co – Mungkin banyak anak-anak milenial bakal tak percaya, jika diceritakan kisah ini.

Di jamanku kecil di kampong halaman, Kota Pontianak, ada razia rutin pada sepeda yang berseliweran, bak razia kendaraan bermotor saat ini.

Sekarang, saat polisi atau petugas gabungan melakukan razia, pengendara sepeda yang melintas tak akan diindahkan. Mereka akan melenggang santai melintasi para petugas.

Jaman kukecil, saat razia, tak hanya sepeda yang diperiksa, kendaraan bermotor pun akan diberhentikan juga.

Namun, jaman itu kendaraan bermotor masih sedikit, tak seperti sekarang yang membanjiri jalanan.

Pada saat razia pemeriksaan pada kendaraan bermotor, yang dilakukan meliputi kelengkapan perangkat keselamatan, surat tanda resmi kendaraan dan “rebewes”.

Rebewes adalah surat izin mengemudi, yang diserap dari bahasa Belanda, rijbewijs, gabungan dari rijden yang artinya berkendara dan bewijs yang artinya bukti.

Mungkin tak banyak lagi, generasi milenial yang mengetahui kata ini.

Pada sepeda di saat razia, pemeriksaan yang dilakukan meliputi: kelengkapan peralatan kendaraan. Seperti, lampu atau mata kucing, kaca spion, dan rem, serta “peneng”.

Peneng yang dimaksud di sini, pengucapannya adalah pe dibaca huruf e-nya secara e taling. Sementara neng dibaca huruf e-nya secara e pepet. Jangan terbalik, karena kalau terbalik, di kampong halamanku bisa bermakna pusing atau gila.

Hukumannya, saat tidak lengkap peralatannya, kendaraan akan diangkut ke Kantor Polisi, untuk kemudian dilengkapi kekurangannya atau membayar denda di tempat.

Bagaimana dengan yang tak memiliki peneng? Mereka harus membayarnya di tempat, biasanya ada petugas yang secara khusus menyediakannya.

Peneng sepeda merupakan tanda bukti pembayaran pajak sepeda yang ditempelkan di badan sepeda. Peneng harus dibayarkan setiap tahunnya.

Saat itu, sepeda masih merupakan barang berharga atau mewah, yang dikenakan pajak. Peneng sepeda menghilang sejak 1990-an. Tak tahu, apakah peraturan yang mewajibkannya sudah dicabut atau belum.

Era sepeda yang telah berganti dengan kendaraan bermotor, mungkin menjadi penyebabnya. Sepeda mungkin sudah tak lagi dianggap barang mahal dan mewah.

Padahal, saat ini memiliki sepeda berharga puluhan atau ratusan juta sedang jadi gaya hidup populer baru.

Jangan-jangan, keluar lagi aturan penerapan si peneng sebagai kewajiban.***

Penulis: Dr Pahrian Siregar (Alm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *