Penggunaan Gas Air Mata Simbol Kematian Demokrasi

Gas Air Mata

PONTIANAK, borneoreview.co – Penggunaan gas air mata untuk membubarkan massa yang sedang demonstrasi atau unjuk rasa adalah simbol kematian demokrasi.

Pasalnya, gas air mata secara fungsi secara umum adalah membubarkan massa. Sementara, massa hadir untuk nenyampaikan aspirasi.

Artinya, gas air mata adalah senjata agar para demonstran bubar tanpa sempat menyampaikan aspirasi. Dalam beberapa kasus, penembakkan gas air mata malah menyulut kemarahan massa.

Melansir berbagai sumber, Senin (1/9/2025), setidaknya hal ini sempat disampaikan oleh Anna Feigenbaum, penulis buku sejarah tentang gas air mata berjudul Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today.

“Pada saat Anda perlu mengerahkan regu pengendali kerusuhan terhadap rakyat Anda sendiri dalam skala ini, Anda telah mengalami kegagalan demokrasi besar-besaran,” katanya.

Artinya, situasi sekarang adalah akibat dari begitu banyak kegagalan demokrasi.

“Solusi untuk ini adalah demokrasi sejati, mendengarkan orang, menganggap orang serius, memperlakukan orang sebagai manusia,” tambah Feigenbaum.

Yang jelas, penggunaan gas air mata terkesan seperti kekerasan tanpa meneteskan darah.

Polisi menggunakannya secara cepat dan tidak perlu menggunakan pelatihan yang merepotkan. Lebih mudah.

Hal ini membuat polisi pada awalnya punya citra baik di media karena mengubah protes massa jadi acak-acakan tanpa membuat ‘kekerasan’, dan tidak terkesan jahat.

Sayangnya, penggunaan gas air mata masih marak dalam menertibkan massa.

Polisi masih sering menembakkan gas air mata, bahkan mengarahkannya langsung kepada massa di depannya.

Melihat sejarahnya, penggunaan gas air mata bermula pada Perang Dunia I. Yakni, pada Agustus 1914 tentara Prancis menembakkan granat gas air mata ke pasukan Jerman di sepanjang perbatasan.

Meski tidak jelas rincian terkait penggunaan pertama kali gas ini, namun para sejarawan menandai pertempuran perbatasan antara Prancis dan Jerman tersebut sebagai hari lahir dari gas air mata modern.

Awalnya, jenis gas ini dirancang ahli kimia Prancis. Kala itu, mereka sedang mengembangkan metode baru untuk pengendalian kerusuhan, sembari melakukan manuver dalam perjanjian internasional yang telah disepakati.

Adapun gas air mata ini digunakan untuk memaksa orang keluar dari balik barikade atau bentengnya.

Gas ini membuat mata dan kulit orang yang terkena menjadi terasa panas dan seakan terbakar.

Pun selama beberapa dekade terakhir, penjualan gas air mata telah tumbuh secara substansial. Hal ini juga dipengaruhi mulai banyaknya gelombang protes hingga kerusuhan sipil di belahan dunia. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *