BEIJING, borneoreview.co – Kegembiraan menjadi kata kunci, untuk menggambarkan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Indonesia.
Di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing, China, Minggu (17/8/2025), perayaan itu semakin terasa suasana kegembiraan.
Dai Biyue (85 tahun) misalnya, adalah perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur, tapi pada 1960 harus “pulang” ke China.
Meski begitu, ia masih fasih berbahasa Indonesia bahkan dengan logat jawa-timuran.
“Terakhir ke Indonesia ya ke Malang, tahun 1997, tapi saya tetap bisa berbahasa Indonesia,” kata Biyue kepada ANTARA di Beijing pada Minggu (17/8/2025).
Biyue datang bersama dengan teman-temannya, sesama masyarakat guiqiao atau friends of Indonesia.
“Guiqiao” merujuk kepada orang-orang yang lahir dan telah tinggal di luar China, tapi kemudian bermigrasi ke negara asal leluhur mereka yaitu Tiongkok.
Migrasi ditafsirkan pemerintah China sebagai “kembali ke rumah” atau “gui”, sedangkan “qiao” berarti perantau atau orang yang tinggal di luar negeri.
Istilah guiqiao ditetapkan oleh pemerintah China merujuk kepada orang China di perantauan yang kembali ke Tiongkok pada periode 1950-1960 sehingga saat ini mereka telah menjadi warga negara China setelah tinggal di Tiongkok selama lebih dari 60 tahun.
“Saya akan selalu datang ke KBRI untuk perayaan 17 Agustus, selama diundang, he he he,” tambah Biyue yang membawa tas ransel biru berukuran cukup besar ke mana-mana.
Biyue sudah tiba di KBRI Beijing sejak sekitar pukul 07.00 waktu setempat untuk mengikut upacara bendera bersama dengan sekitar 20 orang guiqiao.
Ia pun masih berkeliling membawa tas ransel itu dalam festival “Indonesia Fair 2025: Gempita Merdeka” yang dibuka pada pukul 10.30.
Sedangkan Zahrotul Lailiyah dan Qori Allam, dua orang mahasiswi Indonesia yang sedang berkuliah di Dalian Jiaotong University, provinsi Liaoning yang berjarak sekitar 850 kilometer dari Beijing.
Ia sengaja datang ke Beijing untuk mengikuti upacara bendera dan “Indonesia Fair 2025”.
“Kami datang hari Jumat, naik sleeper train selama 15 jam, tapi akan pulang hari ini,” kata Lia, panggilan akrab Zahrotul.
Ia memang khusus mau ikut upacara, karena sudah tiga tahun di China, tapi belum pernah ikut upacara bendera 17 Agustus. Ia ingin keliling-keliling Indonesia Fair juga.
Cuaca Cerah
Salah satu kekhawatiran panitia dalam penyelenggaraan perayaan HUT ke-80 RI adalah cuaca.
Prakiraan cuaca di Beijing hingga Sabtu (16/8/2025) menunjukkan hujan akan turun pada sekitar pukul 10.00 – 12.00 waktu setempat.
Padahal, pembukaan “Indonesia Fair 2025: Gempita Merdeka” dijadwalkan berlangsung pada jam tersebut, hujan dikhawatirkan mengurangi jumlah pengunjung, meski sudah ada 5.000 orang yang mendaftar daring hingga H-2.
Namun, langit Beijing ternyata cerah sepanjang hari Minggu, panitia pun sedikit memundurkan waktu dimulainya upacara bendera yang tadinya dijadwalkan pada pukul 08.00 menjadi pukul 08.30 sementara pembukaan “Indonesia Fair 2025” tetap sesuai jadwal awal.
“Tapi kami juga sudah siapkan strategi lain bila hujan benar-benar turun, syukurnya tidak hujan,” kata Ketua Panitia HUT ke-80 RI, Irwansyah Mukhlis yang juga Koordinator Fungsi Politik KBRI Beijing.
Bahkan sejak pukul 10.00, massa sudah mengantri hingga sekitar 100 meter di depan gerbang KBRI Beijing untuk bisa masuk ke batch 1.
Hajatan tahunan itu memang dibagi ke menjadi tiga bagian yaitu pagi, siang dan sore tapi semuanya punya unsur lagu, tari dan kuis.
Dalam sambutan pembukaannya, Dubes RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangung mengatakan, festival tersebut menjadi momen berharga saat masyarakat dari berbagai latar, berbaur merayakan kebersamaan dengan penuh sukacita.
“Momen sederhana seperti hari ini menunjukkan interaksi tulus antar masyarakat adalah wajah diplomasi sejati,” kata Dubes Djauhari saat membuka acara.
Persahabatan people-to-people juga akan berkontribusi pada penguatan hubungan persahabatan antara Indonesia dan China yang memberi manfaat bagi rakyat kedua bangsa.
Tak perlu menunggu lama, acara dibuka dengan penampilan sanggar tari Yingde yaitu sanggar tari tradisi Nusantara dengan anggota generasi kedua dan ketiga dari para guiqiao yang membawakan tari betawi.
Kemudian hadir juga penampilan dari Perhimpunan Persahabatan Indonesia – Tiongkok (PPIT) datang dari Jakarta dan Bandung dengan pertunjukan angklung.
PPIT sendiri dibentuk sejak Konferensi Asia Afrika pada 1955 yang diinisiasi oleh Perdana Menteri (PM) Indonesia Ali Sastroamidjojo dan PM China Zhou Enlai.
Organisasi tersebut sempat tidak aktif pada masa Orde Baru, kemudian kembali beraktivitas pada 2015.
Selain PPIT cabang Bandung, tampil juga PPIT cabang Jakarta yang membawakan tarian Bajidor Kahot asal Jawa barat, tarian Tak Tong Tong dari Sumatera Barat dan tari lainnya.
Panggung mulai menghangat dengan penampilan 11 orang mahasiswa dan mahasiswi dan mahasiswa dari provinsi Papua Barat Daya yang sedang berkuliah di Jining Polytechnic, provinsi Shandong.
Seperti pada Indonesia Fair 2024, mereka juga menampilkan berbagai lagu dan tarian, meski utamanya kelincahan mereka adalah terus menari dengan mengenakan rok rumbai, ikat kepala dan wajah yang dihias saat lagu-lagu berirama cepat dari Indonesia Timur.
Lagu-lagu yang cocok untuk bergoyang seperti seperti “Hioko Tobelo 2”, “Gemu Fa Mi Re”, “Yamko Rambe Yamko” hingga “Tabola Bale” dibawakan secara bersemangat oleh para penyanyi yang didatangkan langsung dari Indonesia.
Antara lain, Elvi Zubay, Bung Karno, maupun Trio Obras yaitu kelompok vokal dengan anggota Djauhari Oratmangun, Dharma Oratmangun dan Ibra Oratmangun.
Kelihaian para pengisi acara membuat para pengunjung tidak hanya diam di kursi tapi ikut bergoyang baik di panggung maupun di bawah panggung sesuai dengan irama lagu-lagu bertempo cepat.
Tidak ketinggalan, berbagai hadiah juga dibagikan kepada pengunjung seperti telepon genggam, jam tangan pintar, sepeda maupun motor listrik.
Mereka yang mendapt hadiah adalah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan “gampang” soal Indonesia.
Makanan dan Keramahan
Bagi para pengunjung yang ingin merasakan makanan atau ingin memiliki produk-produk khas Indonesia, mereka dapat mendatangi sekitar 20 stan yang tersebar di halaman KBRI Beijing.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, restoran Indonesia di Beijing “Nom Nom” menjadi stan favorit dengan antrian panjang sejak pembukaan.

Menu andalannya adalah batagor, tahu isi, lapis sagu, es merah putih, kue lapis, sate ayam yang bahkan dipersiapkan hingga 8.000 tusuk dengan harga 1 porsi (10 tusuk) adalah 50 RMB (sekitar Rp110 ribu).
Restoran Indonesia di Beijing lainnya yaitu “Warisan Roemah Indonesia” menyajikan rendang, ayam kalasan, bebek bengil, bakso sapi, tahu bakso, berbagai jenis sambal, hingga “steak”.
Ada juga Ella’s Kitchen, besutan Ibu Ella, WNI yang tinggal di Beijing dan hobi memasak dengan suguhan bakso, risoles, hingga es buah.
Masih ada berbagai kuliner nusantara seperti tahu bakso, nasi kapau, lupis, pisang cokelat, rempeyek, kerupuk, combro, coki-coki, gudeg kaleng, seblak instan maupun baju batik yang ada di stan Dharma Wanita (DWP) dari istri para pegawai KBRI Beijing.
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Tiongkok (Permit) Beijing tidak ketinggalan ikut dalam acara dengan menyediakan es buah seharga 25 RMB (sekitar Rp45 ribu), es sirup susu hingga es sirup yang laris manis tak tersisa.
Usaha rintisan “Kopi Buat Kamu” dari seorang WNI di Indonesia juga menyediakan berbagai jenis kopi Indonesia, termasuk kopi luwak (seharga 45 RMB per gelas) yang menjadi favorit masyarakat China.
Sementara itu produk-produk Indonesia yang ditawarkan termasuk merek mie instant yang sangat dikenal sehingga harus membuat pengunjung mengantri karena mereka juga menyediakan mie goreng siap saji.
Hadir pula produk baru yaitu mi instan kemasan gelas yang terbuat dari sagu asal Papua sehingga diklaim “gluten free”. Produk tersebut tidak dipasarkan di Indonesia tapi hanya ada di China dengan rasa asam pedas.
Yue Xiang, pria asal Malaysia yang sedang bekerja di Beijing datang ke Indonesia Fair dan membeli satu tas besar mie instan goreng.
“Ini buat cadangan di rumah,” kata Yue Xiang yang baru tiga bulan bekerja di Beijing.
Sedangkan Daniel Gao, warga China di Tianjin mengatakan ia dapat merasakan antusiasme dan kegembiraan para pengisi acara, maupun sikap positif masyarakat Indonesia.
“Staf-staf yang bekerja di kedutaan juga sangat ramah dan menyambut tamu dengan senyum lebar,” kata Daniel.
Acara ini juga menunjukkan sekilas tentang kekayaan musik dan kuliner Indonesia, dengan nyanyian dan tarian yang riang, serta hidangan lezat.
“Pameran ini memberikan kesan mendalam bagi saya,” ungkap Daniel, yang baru pertama kali datang ke Indonesia Fair.
Sedangkan Joe Leahly asal Australia yang datang ke Indonesia Fair bersama istrinya asal Brazil dan anak laki-lakinya juga mengaku cukup puas dengan kedatangannya kedua kali.
“Kami suka kue-kue dan sate. Bahkan, kami menunggu sampai akhir pertunjukan,” kata Joe.
Ia ingin mencoba semua kopi yang tersedia. Sedangkan anaknya, ingin sekali bisa memenangkan sepeda dari kuis di atas panggung.
“Sayang sekali tadi dia tidak mendapatkannya,” kata Joe.
Sekali lagi, acara tahunan Indonesia Fair di KBRI Beijing pun kembali memberikan suasana gembira dan meriah.
Setidaknya 6.000 orang pengunjung, warga Indonesia maupun masyarakat negara lain. Tujuannya, tentu agar dapat saling mengenal meski berasal dari berbagai latar belakang.(Ant)