PONTIANAK, borneoreview.co – Seiring perkembangan bisnis sawit yang semakin berkembang begitu juga dengan pabrik kelapa sawit atau PKS.
Pabrik kelapa sawit kini pun tidak satu jenis saja. Maksudnya, tidak lagi hanya punya perusahaan atau pihak yang memiliki kebun saja.
Pun, ada juga pabrik kelapa sawit yang lebih fokus pada brondolan dan bukan tandan buah segar atau TBS.
Melansir berbagai sumber, Jumat (22/8/2025), Tungkot Sipayung dari
Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute atau PAPSI mengungkapkan kini pasar TBS memasuki era baru.
Katanya, jika sebelumnya hanya ada satu jenis aktor pabrik kelapa sawit yakni yang terintegrasi dengan kebun Inti-Plasma, kini telah berkembang aktor baru yakni pabrik kelapa sawit tanpa kebun (komersial) dan khusus brondolan.
Sebagai informasi, perkebunan sawit menghasilkan TBS yang memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) dan rasio input-output relatif besar (voluminous/bulky) yang berimplikasi pada penanganan (handling) pengolahan TBS.
Karakteristik TBS yang mudah rusak menuntut waktu panen yang optimal (disiplin pada kriteria matang) dan pengolahan TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) harus dilakukan secepat mungkin (paling lama 24 jam setelah TBS dipanen) untuk meminimumkan penurunan mutu/kualitas TBS.
Kemudian karakteristik TBS yang voluminous/bulky berimplikasi pada jarak antara kebun dengan PKS harus sedekat mungkin untuk meminimumkan biaya transportasi.
Karakteristik TBS yang demikian, menjadi dasar objektif mengapa lokasi PKS umumnya berada dalam areal kebun sawit.
Selain itu juga menjadi landasan pola-pola pengembangan perkebunan sawit di Indonesia seperti Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan berbagai variasinya, selalu menganut model integrasi atau kemitraan kebun inti-plasma dengan pabrik kelapa sawit.
Penyimpangan dari basis karakteristik TBS yang demikian, memiliki konsekuensi yakni menimbulkan kerugian ekonomi yang ditanggung oleh produsen TBS.
Misalnya, jauhnya lokasi pabrik kelapa sawit dari lokasi kebun sawit swadaya menyebabkan produsen TBS harus membayar biaya transportasi yang lebih besar dan kerugian akibat penurunan mutu TBS.
Kondisi tersebut telah lama dialami petani sawit swadaya, di mana petani swadaya harus menerima harga TBS hanya sekitar 60-70 persen dari harga TBS di pabrik kelapa sawit.
Berikut soal tiga jenis pabrik kelapa sawit, selanjutnya ditulis PKS, itu:
1. PKS Terintegrasi
Aktor PKS pertama muncul dalam perkebunan sawit nasional adalah PKS Terintegrasi yang berkembang di lokasi dan terintegrasi dengan kebun sawit inti (milik korporasi).
Sumber TBS sebagian besar berasal dari kebun inti dan sisanya dipenuhi dari kebun plasma, kebun sawit korporasi skala menengah yang tidak memiliki PKS, dan sebagian dari petani sawit swadaya sekitar.
2. PKS Komersial
Setelah tahun 2000, berkembang PKS Komersial (tanpa kebun) yang berlokasi di sekitar perkebunan sawit di luar area kebun inti-plasma.
Studi PPKS mengungkapkan jumlah PKS Komersial (tanpa kebun) pada 2006 telah mencapai sekitar 64 unit dengan kapasitas 2,430 ton TBS per jam atau sekitar 12 persen dari kapasitas PKS nasional.
Sementara itu, belum ada data valid yang mengungkapkan jumlah dan kapasitas PKS Komersial yang beroperasi saat ini.
3. PKS Brondolan
Beberapa tahun terakhir juga berkembang PKS Brondolan. Namun saat ini, jumlah dan kapasitas PKS Brondolan yang beroperasi di Indonesia belum terdata dengan baik.
PKS Brondolan berkembang di sekitar kebun-kebun sawit petani swadaya.
Beda dengan PKS Terintegrasi dan PKS Komersial yang produknya berupa CPO dengan kadar Asam Lemak Bebas (ALB) maksimal 5 persen (sesuai dengan SNI 01-2901-2006) dan kategori CPO untuk food use grade.
Produk yang dihasilkan oleh PKS Brondolan umumnya berupa CPO dengan kadar ALB di atas 5 persen sehingga sering disebut PKS CPO asam tinggi dan dapat dikategorikan sebagai CPO-non food use grade.
PKS Brondolan sebetulnya bukan pesaing langsung bagi PKS Terintegrasi maupun PKS Komersial.
Jika PKS Terintegrasi dan PKS Komersial memerlukan TBS dengan kematangan yang terstandar, sedangkan bahan baku PKS Brondolan berupa brondol dengan tingkat kematangan lewat matang bahkan busuk.***